Never Say Give Up (Jangan Pernah Katakan Kalah Sebelum berjuang)

Thursday, October 05, 2006

Meraih Hikmah dari Makhluk Rendah


Allah tiada malu membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah daripada itu. (QS. Al-Baqarah: 26). Allah Azza wa Jalla telah menciptakan segenap makhluk-Nya di alam ini dalam berbagai bentuk dan variasi. Ada yang berwujud, sehingga dapat terlihat secara kasatmata. Namun, ada juga yang gaib, tak berwujud, sehingga pandangan kita terhijab untuk dapat melihatnya.

Allah pun menciptakan makhluk yang dikaruniai kecerdasan, mampu berlari cepat, tampak indah dipandang mata; tetapi diciptakan-Nya pula makhluk yang tampak bodoh, lamban, berpenampilan buruk. Dia ciptakan pula makhluk yang besar dan kuat, sebagaimana diciptakan-Nya makhluk yang dianggap lemah, rendah, menjijikkan, dan tak berguna.

Akan tetapi, sekiranya manusia senantiasa meningkatkan cara berpikirnya, niscaya akan sampai pada kesimpulan, bahwa sama sekali tidak ada yang sia-sia dari segala perbuatan-Nya. Segala yang diciptakan Allah Azza wa Jalla itu pasti memiliki maksud dan tujuan. Banyak hikmah dan manfaat mengesankan di balik apa saja yang diciptakan-Nya. Tidak bisa tidak. Kita saja yang belum menemukannya atau bahkan lalai dari berpikir tentang semua itu.

Ketika Allah menciptakan binatang ternak, kita mungkin hanya berpikir sebatas bahwa binatang itu adalah bagian dari harta kekayaan yang bila dikembangbiakkan lalu dijual, niscaya akan menambah sumber penghasilan. Padahal, Allah menciptakan binatang ternak agar manusia menjadikannya sebagai sebuah pelajaran berharga. Karenanya, Allah membimbing manusia dengan bukti-bukti yang 'sederhana' agar ia berpikir sehingga menjadi ahli syukur.

Allah berfirman, Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya (QS. An-Nahl: 66). Di balik penciptaan yang terasa dan terlihat langsung tersebut, ternyata Allah pun menciptakan aneka makhluk lainnya, di mana manusia sering menganggapnya remeh, rendah, menjijikkan, dan tidak bermanfaat.

Padahal sekiranya Allah menciptakan makhluk selain manusia hanya untuk memenuhi selera hawa nafsu manusia belaka, maka tentulah makhluk-makhluk itu tidak akan diciptakan-Nya. Buat apa Allah menciptakan nyamuk, kutu, cacing, semut, kuman, dan sebagainya? Subhanallah, sungguh hanya orang-orang yang mau berpikir dan beriman saja yang mau mengatakan, "Ya, Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia".

Allah sendiri tidak merasa malu menjadikan makhluk-makhluk tersebut sebagai perumpamaan. Tujuannya jelas, agar manusia mampu mengambil hikmah di balik segala penciptaannya. Allah berfirman, Sesungguhnya Allah tiada segan (malu) membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah daripada itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apakah maksud Allah menjadikan ini sebagai perumpamaan?'

Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk (QS. Al-Baqarah: 26). Dari uraian di atas, kita bisa mengungkap suatu bukti tentang jasa yang sungguh luar biasa dari banyak makhluk 'rendah'. Salah satunya adalah cacing. Sekiranya kita termasuk orang yang selalu berusaha untuk mengenal dan ber-taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla, maka mudah-mudahan makhluk yang selama ini kita anggap menjijikkan tersebut dapat menjadi jalan ilmu dan jalan terbukanya hikmah.

Sesudah para ahli melakukan penyelidikan selama bertahun-tahun, ternyata cacing adalah makhluk yang luar biasa guna dan manfaatnya bagi manusia dan kemanusiaan. Apakah pekerjaan cacing? Ternyata cacing adalah makhluk yang paling rajin menggali dan melubangi tanah, sehingga tanah pun menjadi gembur, yang membuat akar-akar tanaman bisa menembus tanah dengan lebih mudah. Dia pun menjalar mengorek-ngorek tanah, sehingga terdapat penyimpanan air di dalam tanah yang memadai.

Dengan demikian, pohon-pohonan bisa tumbuh dengan subur dan tersedia simpanan air dalam jumlah yang cukup, sehingga tidak hanya dapat diserap oleh akar, juga dapat diambil oleh manusia melalui sumur-sumur. Cacing pun memakan tanah. Ketika dikeluarkan kembali, tanah itu menjadi lebih lunak, ringan, dan gembur. Demikian pula, dia ubah kemanfaatan dedaunan yang jatuh ke tanah dan menjadi sampah dengan cara dia benamkan ke dalam tanah, lalu dihancurkannya.

Dengan cara ini berubahlah sampah itu menjadi pupuk yang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanaman. Dalam setengah hektar tanah itu terkandung sekitar 50.000 ekor cacing, yang mampu menggemburkan tanah seberat 10.000 ton. "Prestasi" ini benar-benar tidak tertandingi oleh makhluk-makhluk lain ataupun peralatan pertanian buatan manusia. Setiap hari cacing-cacing itu dengan tak mengenal lelah membalikkan lapisan kulit bumi menjadi lebih baik.

Dimakannya berbagai "makanan" dalam tanah, lalu dikeluarkannya kembali dalam bentuk kapur yang sangat dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan. Sungguh luar biasa peranan dan ketekunan sang cacing dalam bekerja. Berkat jasa cacinglah kita bisa menikmati aneka buah-buahan segar dan aneka tumbuh-tumbuhan. Kita, selama ini, sering kali ingin dihormati dan dihargai karena merasa banyak jasa. Padahal, bila dibandingkan dengan cacing saja, kita tidak ada apa-apanya.

Artinya, orang terangkat menjadi sombong, ingin dihormati, dan dimuliakan, justru karena dia tidak pernah menggunakan akal pikirannya untuk menemukan sesuatu yang lebih bernilai dalam hidup ini. Betapa kita dapati kenyataan, bahwa Allah Azza wa Jalla telah menciptakan bertriliun-triliun makhluk kecil yang begitu tulus berbuat sesuatu yang membuat hidup ini menjadi indah dan nyaman.

Sayang sekali, mereka jarang kita perhatikan, bahkan sering kita sepelekan. Ini semua perlu dikemukakan agar kita semakin tahu diri. Kita tamak akan pujian, penghargaan, dan penghormatan, padahal kita tidak memiliki karya yang dapat membawa manfaat baik bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain dan lingkungan sekitar.

Dengan demikian, sungguh tidak adil bila kita menuntut penghormatan dari orang lain, padahal banyak orang lain bahkan makhluk lain yang telah berbuat lebih banyak, tapi tidak kita hargai sebagaimana mestinya. Hendaknya kita pandai-pandai memetik hikmah dari setiap kejadian, melalui penggunaan akal pikiran yang maksimal. Wallahua'lam 

Mensikapi Perubahan



Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dialah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini seperti hari kemarin, ia adalah orang yang rugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang tertipu". Beberapa waktu lalu, Aa berceramah di sebuah instansi pemerintah yang mengurusi masalah angkutan laut. Dalam kesempatan itu Aa sempat pula berdialog dengan para direksinya.

Terungkap dalam dialog itu bahwa instansi tersebut tengah mengalami masa-masa sulit, yakni jumlah pengguna pelayanan kapal laut terus mengalami penurunan. Sebabnya, masyarakat cenderung memilih angkutan udara yang lebih cepat dan semakin murah tarifnya. Berkurangnya pengguna jasa kapal jelas mempengaruhi tingkat pendapatan, padahal biaya operasional dan gaji karyawan begitu besar dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.

Biaya operasional akan terus bertambah dengan datangnya kapal baru yang dipesan beberapa tahun sebelumnya. Ini adalah masalah yang sangat pelik. Mau tidak mau pemerintah dan semua pihak yang terkait harus mencarikan solusi yang menguntungkan semua. Di balik persoalan itu ada satu hal yang harus kita ambil sebagai pelajaran bahwa kita harus siap dengan segala perubahan. Tidak ada satu pun yang tetap dalam hidup ini. Yang tetap hanyalah perubahan itu sendiri. Untuk menghadapi perubahan diperlukan adanya kesadaran bahwa hidup ini akan terus berubah.

Boleh saja sekarang hidup kita enak, tapi siapa tahu besok lusa kita akan merana bila kita tidak mau berubah. Aa teringat pada apa yang dikatakan Duta Besar Jepang untuk Indonesia tempo hari, bahwa ia merasa khawatir bangsa Jepang tidak akan mampu bertahan pada 2009 nanti, karena perubahan dunia begitu cepat dan menggila. Jelasnya, hanya bangsa yang kuat dan mempersiapkan diri sajalah yang akan mampu bertahan dan menjadi pemenang. Melihat kenyataan seperti ini, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk berleha-leha, membuang-buang waktu, lamban, banyak membuat kesalahan, tidak punya perencanaan hidup, atau menjalani kehidupan seadanya. Bila semua ini tetap kita jalani, maka kehancuran dan keterpurukan tinggal menunggu waktu saja.

Langkah apa yang harus kita lakukan sekarang? Kuncinya, kita harus punya semangat untuk berubah. Kata perubahan adalah kata kunci bagi mereka yang mau beruntung dan sukses dalam hidup. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka dialah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini seperti hari kemarin, ia adalah orang yang rugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang tertipu". Artinya hanya orang yang mau berubah sajalah yang beruntung. Selain itu, ia orang yang merugi bahkan tertipu. Oleh karena itu, yang harus ada di benak kita adalah keinginan untuk terus berubah dan terus menjadi lebih baik. Hari ini harus bertambah ilmu. Hari ini harus bertambah wawasan. Hari ini harus bertambah kedewasaan.

Hari ini harus bertambah kenalan atau relasi baru, dan hari ini pula harus bertambah kebaikan. Jadi yang harus kita pikirkan sehari-hari adalah bagaimana kita meningkatkan kemampuan diri, baik itu ilmu, keterampilan atau pun amal kita. Semua itu harus terus-menerus kita programkan sebagai bagian dari persiapan menghadapi kondisi sesulit apapun. Kalau hari-hari yang kita lewati tidak disertai dengan bertambahnya kemampuan diri, maka lambat-laun kita akan digilas oleh cepatnya roda perubahan. Kesadaran seperti ini teramat penting untuk kita tanamkan, karena itulah kekayaan hakiki. Barangsiapa menginginkannya, maka berjuang meningkatkan kualitas diri adalah syarat pertama dan utama.





Andai kemampuan kita berada di atas masalah yang ada, maka kita akan lebih mudah dalam menghadapi permasalahan tersebut. Seperti halnya orang yang belajar terus menerus. Tatkala menghadapi ujian, kemampuannya akan berada di atas masalah. Ia akan gembira menghadapi ujian tersebut, menikmati tatkala ujian berlangsung, dan setelah ujian ia akan menikmati pujian dan nilai yang baik. Mengapa? Karena ia sudah sangat siap. Tidak demikian halnya dengan orang yang tidak pernah belajar dan mempersiapkan diri dengan baik. Ketika akan menghadapi ujian ia akan stress dan panik, saat menjalani ujian ia begitu menderita, begitu pun setelah ujian ia akan terhina dan terpuruk. Sahabat, perubahan seharusnya menjadi wacana pemikiran kita setiap hari. Marilah kita renungkan bahwa aset dan kekayaan kita yang terbesar tidak identik dengan banyaknya uang. Aset kita yang sebenarnya adalah kemampuan kita yang terus berkembang. Ingatlah selalu pesan Rasulullah SAW bahwa orang yang beruntung adalah orang yang hari ini selalu lebih baik daripada hari kemarin. Wacana ini seharusnya mampu memotivasi kita untuk terus mencari ilmu. Saat waktu Dzuhur tiba bertanyalah kepada diri, ilmu dan keterampilan apa yang sudah saya dapatkan, pengalaman apa yang sudah saya peroleh, dan kebaikan apa yang sudah saya berikan kepada orang lain.Begitupun tatkala kita memasuki waktu Ashar, Maghrib, atau Isya. Menjelang tidur bertanyalah kepada diri: peningkatan apa yang telah kita dapatkan hari ini, berapa banyak ilmu kita yang bertambah, pengalaman baru apa yang kita dapatkan hari ini. Teruslah bertanya dan mengevaluasi diri tentang seberapa jauh kita mampu meningkatkan kualitas diri. Bila program kita bagus, lalu pengembangan diri kita terencana, insya Allah hidup ini akan mampu kita jalani walaupun perubahan secepat apapun terjadi di sekitar kita. Wallahu a'lam bish-shawab. ( KH Abdullah Gymnastiar )